Jumat, 15 Agustus 2008

Apakah Kristen/katolik Ajaran Tuhan Allah yang harus diimani ?


Dalam mempelajari permasalahan ini (dogma dan ajaran agama Kristen-Katolik), senang atau tidak kita harus kembali lagi ke abad IV SM sampai dengan abad ke XV M, di mana kebiasaan penguasa Romawi, reaksi masyarakat, konsep tentang tuhan, status tentang manusia, tujuan-tujuan dari agama dan kehidupan ini, untuk dapat dijadikan panduan dalam studi terse but. Hal ini bukanlah sesuatu hal yang mengada-ada melainkan sebuah kemestian yang harus dilaksanakan karena budayabudaya tersebut melatar belakangi perumusan dogma agama “Gereja Samawi”? tersebut.

Mengurai permasalahan ini secara mendetail khususnya perilaku penguasa Romawi tidak begitu bermanfaat, sekalipun konsep-konsep kebajikan teologis ini berasal dari buah pikiran mereka, akan tetapi dalam kesempatan ini saya membahas beberapa istilah dalam Gereja dan memaparkan beberapa Kontradiksi dogma Gereja sejarah perkembangannya, guna untuk ketahui umat yang awam dalam permasalahan ini. Akan tetapi sebelumnya saya mendefenisikan terlebih dahulu apa itu Katolik dan apa itu Kristen, sumber theology gereja, dan hasil hasil konsili oikumenis untuk memudahkan pembaca dalam memahami masalah ini.


1. Defenisi Katolik

Kata Katolik berasal dari bahasa Yunani, yang berarti “untuk umum”. Kalimat ini terbagi dalam dua suku kata yaitu: “Cathos’ yang berarti ‘untuk’ clan “Lichus” yang berarti ‘umum’. Cathoslichus berarti untuk umum atau universal. Kata ini untuk pertama kalinya ditemukan dalam tulisan Ignatius dari Antiokia (Antkhiocia) yaitu surat yang dikirim kepadajemaat-jemaatnya di Smirna. Dalam terminologi Kristen/Katolik, kata ini dipergunakan untuk beberapa arti sebagai berikut:


• Gereja yang universal, sebagai unsur pembeda dengan Gereja-Gereja lokal. .
• Gereja yang benar, sebagai pembeda dengan aliran skimastik.
• Bagi penulis sejarah , hal ini dipakai untuk menunjuk kepada Gereja sebelum perpecahan antara Gereja Barat dengan Gereja Timur pada tahun 1054 M.

Semenjak munculnya gerekan reformasi yang dipimpin oleh Marthinus Luther, Gereja Barat memakai kata ini untuk nama dirinya.

2. Defenisi Kristen

Kata Kristen diambil dari kata Christ dan Thelein. Christ adalah Yesus dan Thelein adalah pengajaran. Kata Kristen bermakna orang-orang yang mengikuti pengajaran Yesus. Istilah Kristen diperkenalkan dalam Gereja pada tahun 190 M oleh Tertullianus satu paket dengan Rumusan Trinitas yang adalah hasil rumusannya sendiri yang diambil dari tradisi Hellenisme.

Permasalahan dalam penamaan ini, sebagian orang dari kalangan (Kristen) memberikan pernyataan bahwajikalau demikian dapatlah dikatakan bahwa usia Kristen dan Katolik itu sama atau kata Kristen lebih tua usianya. Hal atau pernyataan tersebut adalah sama sekali tidak berdasar. Karena pada tahun 207 M sewaktu diadakan Sidang Sinode Gereja di kota Sardika untuk mengambil keputusan tentang pemakaian kata untuk nama Gereja,- apakah Gereja Barat mau menerima kata Kristen untuk merubah nama Gereja Roma, Gereja Barat (Roma) keberatan untuk memakai kata Kristen sebagai nama dirinya untuk menghilangkan unsur Yahudi dalam tubuh Gereja. Semenjak saat itu kata Kristen hilang atau tidak terdengar. Kemudian kata ini muncul kembali pada abad ke sebelas sewaktu Martinus Luther mengadakan reformasi.

3. Sumber Theology Gereja

1. Golongan Apollogetika

Golongan Apologetika adalah sekumpulan orang-orang (filsuf) yang berupaya ‘menyesuaikAn InjU dengan peradaban’. Maksud atau tujuannya adalah; “ingin” membuktikan bahwa hanya Injil yang menggenapi semua cita-cita filsafat Yunani. Menurut pandangan filsafat Yunani:

“Allah bersemayam di tempat yang sangat jauh di atas dunia ini, yakni di sebuah tempat yang tidak dapat didekati. Manusia dapat berhubungan dengan Allah hanya melalui pertolongan Roh atau para. Dewa.” Roh pengantar yang paling u tama adalah ‘Logos atau Kalam’. Logos atau Kalam ini adalah Allah Yang berwujud yang terbentuk di dan oleh dunia. Konsep ini (Allah disetarakan dengan Logos) membuka pintu perpecahan dalam tubuh Gereja dan membuka pula pintunya untuk dimasuki ajaran-ajaran dari budaya-budaya kekafiran.


Theologi Apolloget tentang kelepasan dunia adalah sebagai berikut:

Allah menjadikan logos dalam rangkaian waktu, sebagai Roh yang berpribadi, dan dengan adanya Logos tersebut membuat Allah mampu untuk menjadikan (baca: menciptakan) segala sesuatu.

2. Tertullianus

Tertullianus adalah seorang pengacara yang bekerja di Chartago. Kita mengenal Tertullianus dari tulisan-tulisannya yang dibukukan sebagai bahan rujukan dalam sekolah-sekolah tinggi teologi. Kitab-Kitabnya ini (Tertullianus) ditulis sekitar tahun 195 M hingga tahun 220 M. Theologinya sama dengan golongan Apologet, yang menjadi bahan rujukan teologi Gereja Barat. Tertullianus adalah orang yang pertama kali memakai istilah “Theologia” untuk rumusan rumusan yang menjadi hal yang lazim sejak zaman itu misalnya : dosa turunan, tebusan dosa dan rumusan-rumusan yang lainnya seperti: Allah berzat satu tetapi berpribadi tiga. la memandang manusia dan Allah sebagai seorang terdakwa dihadapan hakim. Se bagai seorang apolloget, Tertullianus mengajarkan bahwa Logos adalah sesuatu zat yang lebih tinggi dari Allah.

3. Clemens dari Alexandria

Adalah seorang ahli teologi yang memadukan atau menyesuaikan filsafat Yunani dengan’ Gnostik. Maksud dan tujuannya adalah sebagai upaya untuk menggerejakan orang kafir yang tingkat intelektualnya sangat tinggi.

4. Origenes

Origenes adalah seorang yang tingkat kepandaiannya dapat disetarakan dengan para Dewa. 6054 buah Kitab ditulis olehnya, terutama Ki tab yang berisi tafsiran ketuhanan dan filsafat.Ajaran Origenes adalah sebagai berikut:

“Asal dan tujuan dari segala sesuatu yang hidup adalah ‘Bapa’, Allah yang abadi, yang dart kekal melahirkan segala sesuatu yang ada. Yangpertama dilahirkan oleh Allah adalah Logos, yang Keilahiannya tetap lebih rendah dari ‘Bapa’. Logos atau Anak adalah oknum yangmelahirkan Roh Kudus. Dari Roh itu terpancarlah segala Roh atau jiwa yang lebih rendah, yang juga bertabiat Illahi akan tetapi berkehendak bebas”.

Kehendak itu disalahgunakan untuk melawan Allah. Cuma satu jiwa saja yang tetap setia kepada Allah. Sebagai hukuman atas masalah ini, semua Roh yang jatuh ke dalam dosa dikurung dalam sebuah (suatu) badan jasmani. Malaikat-malaikat yang jatuh sedikit saja, sehingga mendapat badan serupa bintang dilangit. Di bawah Malaikat adalah dunia dan dibawah dunia adalah setan-setan yang hidup dalam kegelapan. Malaikat dan setan berjuangmerebut dunia dan manusia.

Dasar dan sistem yang di pakai Origenes dalam penafsiran yang alegoris terlalu sangat lemah, sekalipun demikian Gereja pada zaman itu menghormati Origenes sebagai Bapa Gereja, kemudian pada tahun 399 M Gereja mulai sadar bahwa ajarannya (Origenes) tidak sesuai lagi dengan Injil dan Kitab Hexapla yang ditulisnya itu, sehingga teologinya secara resmi ditolak oleh Negara Gereja. Akan tetapi hasil-hasil pemikirannya masih ada sampai saat ini, terutama Kitab Hexapla dan kemudian direvisi oleh Hieronimus dengan nama Vulgata atas perintah Paus Damascus untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan Kitab-Kitab dalam bahasa Latin yang dewasa ini dikenal dengan nama Kitab Perjanjian Lama yang dipakai oleh Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan sampai sekarang.

Penolakan terhadap Teologinya Origenes, bukanlah semata-mata unsur kebijakan Teologis Gereja. Melainkan juga persoalan politis dalam wilayah kekaisaran Romawi. Gereja yang semakin berkembang, menjadi masalah politis yang sangat rumit bagi Kekaisaran Romawi yang bukan merupakan suatu kesatuan dalam suku, agama dan ras, oleh karena itu Kaisar Decius berpendapat bahwa persatuan semua daerah dan warga daerah dalam sebuah negara hanya dapat tercapai (terwujud) apabila dipersatukan dalam negara agama yaitu: satu Ilah, satu Negara dan satu Kaisar.

Penyatuan warga negara dan segala daerah diawali dari tata cara peribadatan terutama dalam kalangan penganut kepercayaan pagan yang waktu itu memiliki jumlah penganut terbanyak dalam wilayah kekaisaran yang kemudian hal ini diikuti juga oleh aliran-aliran yang lainnya seperti Arianysme, dan Hellenisme.

Ketika orang kafir (golongan Arian, Pagan, dan Hellenis) mempersembahkan korban kepada dewanya dan kepada kaisar, Gereja yang memandang hal ini sebagai hal yang positif atau suatu hal yang sangat baik dalam mencari jumlah penganut, ikut-ikutan membakar korban untuk kaisar dan dewanya kaum kafir tersebut. Ditinjau dari segi politis, ha! tersebut sangatlah bermanfaat karena pada dasarnya kaisar-kaisar Romawi adalah kaisar yang gila hormat. dan dengan mengikuti aturan kaisar, Gereja dalam pergerakannya mencapai titik positif dimana negara dapat dijadikan ‘Gereja’ (agamanegara). Sebaliknya kalau ditinjau dari sudut kebajikan teologis, dapatlah dikatakan bahwa manusia dapat berdagang dengan Ilahnya.

Pandangan yang Kedua “kebajikan teologis terutama dalam nilai ‘eskatologis’”) ini menguasai kebaktian Gereja hingga saat ini. Hal ini dapat kita lihat dalam perjamuan suci (kudus) “Eucharisty”. Perjamuan ini dipandang baik sebagai suatu korban dari anggota jemaat, yang patut dipahalai Tuhan, dan sebagai hadiah dari Sorga yang dikaruniai Tuhan secara ‘magis-realistis’.

Ketika kekaisaran (empirium) semakin melemah sebagai akibat dari berbagai kekalahan-kekalahan dalam peperangan, orang-orang (kafir dan Gereja) berpendapat bahwa dewa-dewa murka karena kedurhakaan kepada orang-orang yang tidak mau turut berbakti kepada kaisar (dewa), sehingga terjadilah pembantaian secara besarbesaran dimana kita melihat banyak sekali martirmartir yang harus mati di tiang gantungan dan dibakar hidup-hidup.

Salah satu butir dogma dari ajaran Origenes adalah: menolak penyatuan antara agama dan negara yang dalam hal ini diperankan oleh kekaisaran Romawi. Sebagai akibat dari ajaran ini, Origenes harus mati di siksa (dibakar) penguasa Romawi.

Sesungguhnya Teologi Origenes ini teramat sangat indah karena filsafatnya ini merupakan hasil perpaduan filsafat Plato dengan filsafat Hellenisme. Ajaran ini (Origenes) menjadi suatu susunan filsafat agama Roma Katolik yang dapat saya sebut sebagai puncak atau mahkota kekafiran Hellenisme yang membawa dampak yang sangat tidak diinginkan di mana timbul perselisihan-perselisihan yang sangat hebat atau skisma besar.

Perselisihan-perselisihan ini merambat di seluruh Gereja, baik Gereja di wilayah kekaisaran Barat maupun Timur. Perselisihan dan pertentangan -pertentangan ini secepatnya harus diselesaikan. Akan tetapi penyelesaian pertikaian ini tidak dapat dirumuskan dipersatukan (pecahkan) dalam Sidang Konsili yang pertama di kota Nicea pada tahun 325 M. Perseteruan ini berakhir pada tanggal 23 Mei 1537 M, yang diselesaikan oleh petinggi Gereja dalam Sidang Konsili di kota Terente yang dewasa ini beberapa Gereja pembaharu mengatakan hal ini sebagai Perselisihan-perselisihan ini merambat di seluruh Gereja, baik Gereja di wilayah kekaisaran Barat maupun Timur. Perselisihan dan pertentangan -pertentangan ini secepatnya harus diselesaikan.

Akan tetapi penyelesaian pertikaian ini tidak dapat dirumuskan dipersatukan (pecahkan) dalam Sidang Konsili yang pertama di kota Nicea pada tahun 325 M. Perseteruan ini berakhir pada tanggal 23 Mei 1537 M, yang diselesaikan oleh petinggi Gereja dalam Sidang Konsili di kota Terente yang dewasa ini beberapa Gereja pembaharu mengatakan hal ini sebagai Perselisihan-perselisihan ini merambat di seluruh Gereja, baik Gereja di wilayah kekaisaran Barat maupun Timur. Perselisihan dan pertentangan -pertentangan ini secepatnya harus diselesaikan. Akan tetapi penyelesaian pertikaian ini tidak dapat dirumuskan dipersatukan (pecahkan) dalam Sidang Konsili yang pertama di kota Nicea pada tahun 325 M. Perseteruan ini berakhir pada tanggal 23 Mei 1537 M, yang diselesaikan oleh petinggi Gereja dalam Sidang Konsili di kota Terente yang dewasa ini beberapa Gereja pembaharu mengatakan hal ini sebagai Perselisihan-perselisihan ini merambat di seluruh Gereja, baik Gereja di wilayah kekaisaran Barat maupun Timur. Perselisihan dan pertentangan -pertentangan ini secepatnya harus diselesaikan. Akan tetapi penyelesaian pertikaian ini tidak dapat dirumuskan dipersatukan (pecahkan) dalam Sidang Konsili yang pertama di kota Nicea pada tahun 325 M. Perseteruan ini berakhir pada tanggal 23 Mei 1537 M, yang diselesaikan oleh petinggi Gereja dalam Sidang Konsili di kota Terente yang dewasa ini beberapa Gereja pembaharu mengatakan hal ini sebagai Toronto blessing.

“Seorang manusia,harus mampu untuk membedakan kewajibannya, baik Terhadap sesama manusia, maupun kepada Allah. Disini Origenes memberikan pemisahan tentang kewajiban tersebut. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, rumusan mulia ini di pelesetkan menjadi (baca: untuk) hukum Kanon, “Berikan kepada Allah atas apa yang telah menjadi HakNya, dan berikan juga kepada Manusia atas apa yang telah menjadi haknya.” Dalam kebagusan konsep tersebut, muncul sebuah ironi yang cukup menyakitkan bahwa: Manusia dapat disetarakan dengan Allah.

A. Penghapusan Dosa

Kebajikan theologis -terutama nilai eskatologis- Kristen/Katolik mulai mengalami dekadensi moral pada awal abad Kedua. Di mana dalam tata laksana peribadatan dimasukan unsur-unsur kekafiran yang ada di sekelilingnya, terutama budaya Hellenisme Paganisme dan Arianisme dan beberapa aliran lainnya yang hidup tumbuh dan berkembang pada masa itu dengan sangat suburnya. Contoh kasus yang pertama dan utama (akibat kebajikan kaisar dan Uskup) adalah masalah penghapusan dosa dalam kebajikan teologis terutama dalam nilai ‘eskatologis’.

Keputusan tentang penghapusan dosa,diputuskan pada tahun 217 M oleh Uskup Calixtus, yang memaklumkan bahwa ia selaku Uskup berhak mengampuni dosa, terutama dosa perzinahan (diampuni melalui perzinahan). Sementara dosa-dosa yang lainnya dapat diampuni apabila si pendosa membayar dengan uang tunai atau barang dalam jumlah tertentu.

Keputusan Uskup Calixtus yang yang mendapat persetujuan Gereja dan kaisar ini membawa dampak dekadensi moral Iman Kristiani di dalam Gereja itu sendiri. Sebagian besar anggotajamaatnya tidak setuju dengan ajaran dan praktek Calixtus ini.

Di bawah Presbiter (ketua/penatua) Hippolytus, mereka yang tidak setuju ini memisahkan diri dari Gereja Calixtus, yang pada hemat (pendapat) mereka hal tersebut sudah dinajiskan (diharamkan) oleh dunia. Akan tetapi ajaran dan praktek Calixtus ini kemudian menang di dalam seluruh Gereja yang berserakan di wilayah kekaisaran Romawi.

Dengan demikian kedudukan sang Uskup semakin kokoh dan kekuasaannya semakin tidak terbatas, karena pewarisan jabatan Rasuli, dan dengan (sebagai) pengantaraan Tuhan dengan jemaatnya dalam perjamuan sud selaku Imam yang oleh kuasa Roh Kudusnya ia berhak mengampuni dosa.

Semenjak saat itu hingga akhir abad ke tiga Belas praktek-praktek ini di kembangkan dalam tata cara peribadatan dalam Gereja dan dewasa ini praktek yang dijalankan Calixtus itu masih dipertahankan dalam kebaktian-kebaktian Gereja Katolik sehingga memuarakan segala upaya dan kekaryaan Uskup, Pastor dan para Klerus bermuara pada praktek setan.

Hal ini bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena pada masa itu mereka hidup di dalam negara agama (Negara Gereja), di mana mereka mengejar kekuasaan, kehormatan, materi, wanita dan lain sebagainya.dan dewasa ini mereka hidup dalam istana istana yang bisa ditebus dengan harga sebuah pulau.

Segala kelakuan mereka tidak ada bedanya dengan kelakuan kaisar-kaisar Romawi (Italli) lainnya pada zaman dahulu yang hidup dalam percabulan, kemewahan, cinta diri, menjadi suatu hal yang seharusnya terjadi di dalam istana ke Uskupan. Bourgia menjadi salah satu contoh dalam kasus yang sangat mulia ini.

Contoh lain dalam kasus ini adalah kasus perayaan Natal. Pada awalnya perayaan Natal ini diperingati sebagai peringatan akan Baptisan Yesus setiap tanggal 6 Januari. Tetapi dalam perkembangan dirubah menjadi tangga l25 Desember, yang mana pada hari itu diperingati sebagai hari kelahiran Dewa Matahari yang tidak terkalahkan, Dewa Kaisar Romawi.

Roh Roma yang lebih mengutamakan praktek percabulan dan Roh Timur yang suka berfilsafat dan mistik, membuat pokok-pokok kebajikan teologis, terutama dalam Nilai Eskalogis sukar untuk dipersatukan dalam abad-abad berikutnya.

Sekalipun demikian, dalam pertentangan ini ada Juga titik persamaannya, yaitu: Gereja Barat (Roma Katolik) dan Gereja Timur (Anglikan) bukan lagi suatu perkumpulan Rohani yang bersumber pada firman Tuhan. Karena di mana-mana anggota jemaatnya bersandar pada Uskupnya, karena hanya Uskup sajalah yang dapat memberikan perlindungan dan pengampunan dengan ajaran-ajarannya yang sesat.

Kebenaran firman Tuhan ditukar dengan kuasa dan jabatan Uskup yang selaku pengganti rasul-rasul Yesus. Sangat tidak berlebihan Tertullianus menyindir para Uskup di Gereja Barat dengan mengatakan “Gereja adalah Jumlah Uskup”.

8. Konsill-Konsill Olkumenls dan Ketetapan-Ketetapannya

Memudahkan kita dalam mengarahkan kajian ini ke dalam sebuah sistematika kajian yang lebih terarah tentang Agama apa yang dibawa Yesus ataukah benarkah Maim kalangan Kristen atau Katolik bahwa agama yang mereka anut itu adalah agama Samawi atau tidak. Di bawah ini saya paparkan Sidang-Sidang Konsili Oikumenis dan hasil ketetapannya. Karena dalam Sidang Konsili ini semua keputusan tentang dogma-dogma agama dan Gereja Samawi di tetapkan. Adapun Konsili-Konsili yang saya maksudkan adalah sebagai berikut:

1. Konsili Nicea. (325 M & 787 M)

Konsili Nicea yang pertama diadakan atas desakan dan permintaan Kaisar Constantin untuk menyelesaikan pertikaian tentang masalah Trinitas (Arianisme). Konsili ini awalnya diadakan di Ancyra, namun kemudian dipindahkan ke Nicea dan dibuka pada tanggal 20 Mei 325 M, oleh Kaisar Constantin.

Tujuan yang paling pertama dan utama Constantin mendesak petinggi Gereja untuk mengadakan Konsili Oikumenis ini adalah untuk menjamin kestabilan politik dalam kerajaannya dengan sebuah ketetapan spektakuler Kebajikan Theologis “Trinitas” disahkan. Akan tetapi dalam Konsili ini permasalahan monothelit yang menjadi bagian dari rumusan Trinitas tidak mendapat kesepakatan.

Sesudah pidato pembukaan oleh Kaisar Constantin, pimpinan Konsili dialihkan kepada Hosius-Uskup Cordoba, yang menemani Constantin dari Gereja Barat. Meskipun ada perbedaan pandangan yang menginginkan agar Eustathius-Uskup Antiokia yang memimpin sidang Konsili:

Golongan Arian mempersembahkan pengakuan Arianisme yang disusun oleh Eustathius. Kemudian Eusibius dari Kaisarea mempersembahkan pengakuan iman Baptisan yang berlaku dalam jemaatnya di Palestina. Pengakuan iman ini diterima oleh Konsili sebagai pengakuan iman yang sah setelah ditambahkan kata: Homoousios; di dalamnya. Adapun pcngakuan iman Nicea (I man Arian) adalah sebagai berikut:

“Aku percaya akan satu Allah, Bapa Yang Maha Kuasa,pencipta segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu Tuhan. Yesus Kristus yang telah diperAnakkan dari Bapa. Allah yan[j di perAnakkan dari Bapa. Bapanya Allah dari Allah. Temng dari terang, Allah sejati dari Allah sejati. Yang diperAnakkan bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa, dan yang ada di bwni. Yang demi kita manusia dan demi keselamatan kita. turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ke-3 naik ke sorga, dan akan datang untuk menghakimi orany hidup dan yang mati, dan kepada Roh Kudus”.

Pengakuan ini ditandatangani oleh semua Uskup yang hadir kecuali dua orang Uskup yaitu: Theonaa dari Marmanika dan Sekondus Uskup Ptolemais. Kedua uskup ini dipecat dan diusir oleh Dewan Konsili.

Jumlah Uskup yang hadir dalam Konsili ini sulitditetapkan. Pada umumnya dianggap jumlah pesertanya adalah 318 (tiga ratus delapan Belas) orang Uskup. Data ini didasarkan pada tulisan Anthanasius. Tampak angka ini hanya perlambang dari Jumlah hamba Ibrahim dalam Kitab kejadian 14: 14. Jumlah peserta diperkirakan 220 hingga 235 orang.

Konsili Nicea yang Kedua pada tahun 787 M, diadakan atas permintaan Tarasius-Patriarkh Constantinopel untuk menyelesaikan pertikaian Ikonoklasik, Paus Hadrianus I menerima undangan Ratu Irene dan mengirimkan dua orang utusannya dengan syarat: Sinode Ikonoklasik di Hiera pada tahun 753 M dikutuk. Patriarkh Antiokia, Alexandria, dan Yerusalem tidak hadir (absen) karena wilayah mereka sudah berada di bawah pemerintahan Turki dan Islam. Masing-masing mereka mengirim dua orang biarawan. Konsili ini dibuka pada tanggal 17 Agustus 786 M, Konsili ini dibubarkan oleh tentara Ikonoklasik sehingga tidak bersidang sampai dengan tanggal 24 September 787M. Konsili ini memutuskan bahwa Ikon hanya mendapat penghormatan (Prokunesis) sebagaimana penjelasan Paus dalam suratnya kepada Konsili.

Konsili ini menambahkan bahwa mereka menghormati Ikon dengan kasih yang relatif (Schtikoi Pothoi) karena pemuJaan (Latreia) hanya ditujukan kepada Allah saja. Keputusan konsilli ini ditanda tangani oleh semua yang hadir termasuk Kaisar Constantin dan Anaknya Constantinus. Konsili ini menghasilkan 22 kanon yang berhu bungan dengan disiplin Gereja, seperti pembatalan pemilihan U skup, Imam dan diakon oleh pemerintah, Simoni dikutuk, Imam dilarang meninggalkan diosisnya tanpa seizin Uskup, wanita dilarang tinggal di rumah Uskup dan dalam biara lakilaki serta kesederhanaan Klerus dipertegas lagi. KonsiliNicea Kedua ini merupakan Konsili Oikumenis yang Ketujuh.

2. Konsili Constantinopel (381 M, 553 & 680 M)

Konsili Constantinopel 11 atas permintaan Kaisar Justinianus pada tahun 553 M. Konsili ini merupakan Konsili Oikumenis yang ke V. Tujuan diadakan Konsili ini adalah untuk mengambil keputusan ‘apakah Theodorus dari Mopseustia, Theodorus dari Siprus dan Ibas dari Edesa dikutuk karena ajaran mereka bawa ‘berbau Nestoryanisme, ataukah dibiarkan saja seperti sikap petinggi Gereja dalam Sidang Konsili Chaleedon 451 M.

Konsili ini memutuskan kutukan at as mereka dan dikenakan tindakan ekskomunikasi. Paus Vigilius mengutuk 60 pokok ajaran Theodorus dan kawankawannya, karena Konsili Efesus 431 M, Konsili Chaleedon 451 M tidak mengutuknya, karena mereka sudah meninggal (mati). Sidang Konsili ini dipimpin oleh: Euthyees-Patriarkh Constantinopel, dan dihadiri oleh 165 (Seratus enam puluh lima) orang Uskup yang kesemuanya itu berasal dari wilayah Timur.

Konsili Constantinopel Ketiga tahun 680 M, diadakan atas desakan Kaisar Constantinus IV (Pogonatus) adalah bertujuan untuk menyelesaikan persoalan monothelit (satu kehendak pada inkarnasi Yesus) dalam Gereja Timur. Pada tahun 680 M, Paus Agatho memanggil dan mengadakan Sidang Sinode di Roma di mana ajaran tentang dua kehendak dalam inkarnasi Yesus dihenarkan. Paus mengirim utusannya kepada Kaisar dengan surat penjelesan tentang ajaran ini.

Konsili ini mengutuk Maearius-Patriarkh Antiokia yang menganut ajaran monothelit. Keputusan dogmatis Konsili ini pada umumnya mengulang kembali Konsili Chaleedon. Konsili menolak penyatuan dua kehendak, tetapl menerima kesatuan moral. Konsili ini diakui sebagai Konsili Oikumenis yang ke VI.

3. Konsili Efesus (431 M)

Konsili ini diakui sebagai Konsili Oikumenis yang ke Ill, diadakan atas desakan KaisarThedosius 11 untuk menyelesaikan pertikaian Nestorius. Konsili ini diadakan pada tangga122 Juni 431 M yang dibuka oleh Memon - Uskup Efesus dan” Cyrillus dari Alexandria tanpa menunggu kedatangan Uskup Syiria yang dipimpin Yohanes dari Antiokia dan wakil Paus Clementinus I.

Sidang Konsili ini memutuskan bahwa Nestorius dipecat dari keuskupan Constantinopel dan dieskkomunikasikan serta ajarannya tentang tabiat Yesus ditolak (dikutuk). Pengakuan Iman Nieea ditegaskan lagi. Istilah ‘Theotokos’7 dibenarkan.

Ketika Uskup Syiriayang dipimpin Yohanes dari Antiokia tiba, mereka juga membuka Konsili sendiri dan mengutuk Cyrillus dari Alexandria dan Memon Uskup Efesus.

4. Konsili Chalcedon (451 M)

Konsili ini diakui sebagai Konsili Oikumenis yang ke IV, diadakan di Chalcedon - Asia Keeil dekat Constantinopel pada tahun 451 M, atas undangan Kaisar Marcianus. Dalam Konsili ini hadir semua Uskup dari Afrika, dan dua orang wakil Paus. Konsili ini merumuskan beberapa keputusan dan beberapa keketetapan. Adapun ketetapan-ketetapan tersebut adalah:

1. Keputusan Konsili Latrosinium pada tahun 449 M dibatalkan dan Eutyches ditolak.

2. Mereka yang menolak Theotokos terhadap Maria dikutuk.

3. Keputusan Nicea dan Constantinopel tentang oknum Kristus dikuatkan kembali dan ajaran Nestorius (Nestorianisme) dikutuk.

4. Mereka yang mengatakan bahwa Yesus sebelum berinkarnasi mempunyai dua tabiat dan sesudah inkarnasi menjadi satu tabiat ditolak.

5. Surat Cyrillus kepada Nestorius dan surat Leo kepada Flavianus dibenarkan.

6. Ajaran bahwa Yesus adalah satu oknum yang mempunyai dua tabiat yang tidak tercampur dibenarkan.

7. Uskup Constantinopel diberi gelar Patriarkh dan menduduki tempat kehormatan (tempat Kedua) setelah Roma.

8. Pengakuan iman Chelcedon ditetapkan.

5. Konsili Sardika (343 M)

Konsili ini diadakan atas permintaan Kaisar Constans dan Constantinus pada tahun 343 M yang bertujuan untuk menetapkan ortodoksi Anthanasius.
Sidang Konsili ini dipimpin oleh Hosius-Uskup Cordoba. Konsili ini hanya dihadiri oleh Uskup-Uskup Barat sebab Uskup-Uskup Timur meninggalkan Konsili karena mereka tidak menyetujui Anthanasius sebagai peserta resmi, karena Uskup-Uskup Timur sudah memecatnya (Anthanasius)

6. Konsili Florence (1438 1′1-1445 M)

Konsili Florence ini diadakan berturut-turut di tiga kota yaitu: Florence 1439 M, Ferara 1438 M 1439 M, Roma 1443 M - 1445 M. Maksud atau tujuan diadakan Konsili ini adalah untuk menyatukan Gereja Timur dan Gereja Barat. Gereja Timur meminta bantuan Gereja Barat dalam memerangi Turki atas kota Constantinopel.

Konsili ini pada awalnya dibuka di Ferara pada tanggal 8 Januari 1438 M, atas permintaan Gereja Timur oleh Paus Eugenius IV. Dalam pertemuan ini hadir juga orang-orang terkemuka seperti Kaisar Yunani Y ohanes IV, Palaeologus dan Yusuf, Patriarkh Constantinopel. sejumlah Teolog dari Gereja Barat hadir seperti: Uskup Agung Nicea, Kardinal Cesarini, Yohanes dari Montenero, Besarion, Markus dan metropolitan Efesus.

Konsili ini kemudian dipindahkan ke Florence pada tanggal 26 Januari 1439 M. Pembahasan dilanjutkan tentang apakah Allah Roh Kudus keluar dari Allah Anak (Yesus), pemakaian roti yang tidak beragi pada Ekaristi, api pencucian dan supremasi Paus. Tidak ada kesepakaatan dalam pertemuan ini.

Akhirnya Gereja Timur meninggalkan pertemuan, namun Gereja Barat tetap meneruskan Konsili tersebut. Supremasi Paus atas Konsili ini ditetapkan dengan: Bula etsi non Dubitemus pada tanggal 20 April 1441 M.

Kesatuan dengan Gereja Armenia ditetapkan pada tahun 1439 M dan dengan Gereja Koptik Mesir ditetapkan pada tahun 1442 M. Pada tahun 1443 M, Konsili ini dipindahkan ke kota Roma. Hanya sedikit yang kita ketahui tentang keputusan Konsili ini.

Kesatuan dicapai dengan Gereja Syiria, Gereja Kaldea, Maronit di Siprus. Tidak ada berita resmi tentang penutupan Konsili ini.

7. Konslli Lateran (1123 M. 1139 M, 1179 M, 1215 M, 1512 M, & 1517 M)

Terdapat lima Konsili Lateran yaitu yang diselenggarakan pada tahun 1123 M. 1139 M. 1179 M. 1215 M dan 1 5 12 M - 1517 M. Konsili - Konsili ini diadakan di Lateran, Roma.

Konsili Lateran I diadakan atas permintaan Paus Calistus III untuk mensahkan konkordat wonnsdan diakhiri dengan perdebatan investitur. Konsili Lateran IV diadakan atas permintaan Paus Innocentius Ill. Konsili ini meru pC1kan Konsili terpenting dari semua Konsili yang diadakan di Lateran.

Konsili ini memutuskan beberapa keputusan. Adapun keputusan-keputusan itu antara lain:

1. Mengutuk beberapa aliran seperti golongan athar.

2. Ajaran Trans-Substansi disahkan.

3. Uskup wajib memeriksa pengajaran umatnya.

Konsili Lateran II diadakan atas permintaan Paus Innocen tius II (1139 M) adalah bertujuan un tuk membahas pembaharuan Gereja setelah Skisma Besar. Konsili ini menghasilkan tiga puluh kanon dan mengu tuk pengikut - pengikut Arnold dari Bresica.

Konsili Lateran III diadakan atas permintaan Paus Alexander III bertujuan untuk menghapus Skisma Paus Calistus II. Konsili ini menetapkan tata cara pemilihan Paus. Hak untuk memilih Paus dibatasi pada Dewan Cardinal dan diperlukan dua pertiga suara. Konsili Lateran V dipanggil oleh Paus Julius 11 pada tahun 1512 M - 1517 M. Konsili ini bertujuan untuk membatalkan keputusan Konsili Pisa anti Paus oleh Louis dari Perancis

9. Konsili Pisa (1409 M)

Konsili ini dipengaruhi oleh Dewan Cardinal pada tahun 1409 M yang bertujuan untuk mengakhiri skisma besar yang telah memisahkan Kekristenan Barat sejak tahun 1378 M. Sekalipun Kedua Paus sendiri-sendiri dalam mengadakan Konsili ini sebagai Konsili tandingan, akan tetapi Konsili Pisa tetap dipandang sebagai Konsili yang sah.

Paus Benedictus XIII mengadakan Konsili di Perpignan, dan Paus Gregorius XII mengadakan kosnili di Cividale dekat Aquileia.

Konsili ini memutuskan bahwa Kedua Paus adalah skimastik dan oleh karena itu harns dipecat. Konsili memilih Cardinal Petrus dari Philargi sebagai Paus dan memakai gelar Alexander V.

Gereja Katolik tidak mengakui Konsili ini sebagai Konsili Oikumenis karena ia (Gereja Katolik) tidak dipanggil oleh Sri Paus. Skima tidak dapat diakhiri malah diperburuk, karena ada tiga orang Paus sekaligus mengadakan Konsili ini secara terpisah atau sendiri-sendiri.

10. KONSILI TERENTE/TORONTO (1237 M)

Konsili ini merupakan Konsili Oikumenis yang ke XIX (sembilan Belas) dalam Gereja Katolik Roma. Diadakan pada tanggal23 Mei 1237 M. Dalam Konsili ini menetapkan beberapa keputusan antara lain:

1. Pengakuan Iman Nicea, bahwa Constantinopel diterima sebagai dasar iman Kristen/Katolik

2. AlKitab (Perjanjian Lama, Perjanjian Baru) dan tradisi mempunyai kedudukan yang sama sebagai sumber kebenaran

3. Hanya Gereja yang ‘berhak’ menafsirkan AlKitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)Vulgata disahkan sebagai Kitab resmi.

4. Kitab Apokrif dua Belas (12) buah mempunyai kedudukan yang sama dengan AlKitab.

5. Tujuh sakramen ditetapkan

Perkembangan politik yang baru mengakibatkan ketegangan antara Paus Paulus HI dan Karel V sehingga Konsili tersendat-sendat dan ditambah dengan wabah di Tronto, Sidang Konsili akhirnya dipindahkan ke Bologna. Konsili d i tunda selama empat tahun hingga Paus Julius III memanggilnya kembali untuk bersidang di Trente atas desakan Spanyol.

Keputusan yang terpenting adalah: berkaitan dengan Ekaristi pertobatan (ampun dosa oleh Pastur) dan minyak suci. Ajaran Transubstansi ditetapkan (disahkan) sedangkan ajaran Marthin Luther, Jhon Calvin dan Swingli tentang Akaristi dikutuk. Konsili ini merupakan Konsili terpanjang dalam sejarah.

Konsili Trente, memberikan dasar-dasar yang kuat terhadap Gereja Katolik Roma terhadap gerogotan gerakan reformasi. Konsili ini dibubarkan pada tanggal 4 Desember 1563 M.

Tidak ada komentar: